Pages

Thursday, May 22, 2014

Wage Rudolf Soepratman




Wage Rudolf Soepratman adalah pengarang lagu kebangsaan Indonesia Raya yang telah dikukuhkan sebagai pahlawan nasional Indonesia. WR Soepratman merupakan salah satu putra dari seorang sersan di Batalyon VIII bernama Senen. WR Soepratman lahir di Jatinegara, Jakarta pada tanggal 9 Maret 1903. Dia menamatkan sekolah dasarnya di Jakarta. Pada tahun 1914, WR Soepratman ikut kakak perempuannya yang bernama Roekijem pindah ke Makassar.
Di sana dia disekolahkan dan dibiayai oleh suami Roekijem yang bernama Willem van Eldik. Soepratman lalu belajar bahasa Belanda di sekolah malam selama tiga tahun, kemudian melanjutkannya ke Normaalschool di Makassar sampai selesai. Ketika berumur 20 tahun, lalu dijadikan guru di Sekolah Angka 2.

Setelah tidak lagi menjadi seorang guru, WR Soepratman kemudian bekerja di sebuah perusahaan dagang. Setelah beberapa waktu lamanya WR Soepratman memutuskan untuk pindah ke Bandung dan bekerja sebagai wartawan di harian Kaoem Moeda dan Kaoem Kita. Pekerjaan itu sendiri tetap dilakukannya meskipun akhirnya dia tinggal di Jakarta. Di Jakarta inilah, WR Soepratman mulai tertarik dengan organisasi pergerakan nasional yang akhirnya membuat dirinya banyak bergaul dengan tokoh-tokoh pergerakan.
Rasa tidak senangnya terhadap penjajahan Belanda mulai tumbuh dan akhirnya dituangkan dalam buku Perawan Desa. Buku itu disita dan dilarang beredar oleh pemerintah Belanda. Rasa cintanya terhadap Indonesia semakin hari semakin besar sehingga membuatnya ingin menyumbangkan sesuatu bagi perjuangan bangsanya. Tetapi, ia tidak tahu bagaimana caranya, karena ia hanya seorang wartawan dan pemain musik hingga suatu hari, secara kebetulan WR Soepratman membaca artikel berjudul Manakah Komponis Indonesia yang Bisa Menciptakan Lagu Kebangsaan Indonesia yang Dapat Membangkitkan Semangat Rakyat dalam majalah Timboel terbitan Solo. Membaca artikel ini, hati Soepratman tergerak. Dan merasa tulisan itu seolah ditujukan kepada dirinya.
Tidak ada catatan yang pasti kapan Soepratman menulis lagu kebangsaan. Ada pendapat yang menyatakan ia menciptakannya tahun 1926. Pada Kongres Pemuda Pertama (1926), Soepratman yang hadir ingin menawarkan kepada ketua kongres agar ia diberi kesempatan memperdengarkan lagu itu di hadapan para peserta namun karena keberaniannya belum cukup WR Soepratman akhirnya membatalkan niatnya. Baru pada Kongres Pemuda Kedua, tanggal 28 Oktober 1928, pada malam penutupan, WR Soepratman dengan gesekan biolanya mengiringi sebarisan paduan suara membawakan lagu Indonesia Raya.
Dua bulan setelah lagu ini diperkenalkan, ode tersebut menjadi sangat populer. Lagu ini kemudian banyak dinyanyikan dalam acara-acara penting. WR Soepratman kemudian memiliki ide untuk mengabadikan lagu perjuangan itu ke dalam piringan hitam. Untuk merealisasikan idenya, WR Soepratman lantas menghubungi Yo Kim Tjan yang akhirnya membantunya merekam, memperbanyak dan menjual piringan hitam berisi lagu Indonesia Raya untuk pertama kalinya. Dalam piringan tersebut, WR Soepratman memainkan biola sambil menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan dua irama, mars dan keroncong.
Maraknya peredaran lagu Indonesia Raya ini, membuat WR Soepratman sering diinterogasi PID (intel Belanda) yang sempat berujung pada pelarangan peredaran lagu tersebut. Protes atas pelarangan lagu itu pun berdatangan dari berbagai pihak yang menyebabkan Volkraad turun tangan dimana akhirnya kata ”merdeka-merdeka” hanya boleh digunakan ketika lagu dinyanyikan di ruang tertutup. Hingga akhir hayatnya, WR Soepratman masih menjadi incaran polisi hindia Belanda karena telah menciptakan lagu Indonesia Raya sampai akhirnya dia jatuh sakit di Surabaya. Karena lagu ciptaannya yang terakhir Matahari Terbit pada awal Agustus 1938, WR Soepratman ditangkap ketika menyiarkan lagu tersebut bersama pandu-pandu di NIROM Jalan Embong Malang, Surabaya. WR Soepratman kemudian ditahan di penjara Kalisosok, Surabaya. WR Soepratman meninggal pada tanggal 17 Agustus 1938 karena sakit. W.R. Soepratman hingga meninggal belum pernah menikah dan mengangkat seorang anak pun.

Teka Teki Albert Einstein






Teka-teki ini tidak mengandung trik, hanya murni logika. Ada 5 buah rumah yang masing-masing memiliki warna berbeda. Setiap rumah dihuni satu orang pria dengan kebangsaaan yang berbeda-beda.

Setiap penghuni rumah menyukai jenis minuman tertentu, merokok satu merk rokok tertentu dan memelihara satu jenis hewan tertentu.

Tak satupun dari kelima orang itu yang minum minuman yang sama, merokok satu merk rokok yang sama, dan memelihara hewan yang sama seperti penghuni yang lain.

PERTANYAAN: Siapakah yang memelihara IKAN?

PETUNJUK:

1. Orang Inggris tinggal di dalam rumah berwarna merah.

2. Orang Swedia memelihara anjing.

3. Orang Denmark senang minum teh.

4. Rumah berwarna hijau terletak tepat disebelah kiri rumah berwarna putih.

5. Penghuni rumah berwarna hijau senang minum kopi.

6.Orang yang merokok PallMall memelihara burung.

7. Penghuni rumah yang terletak di tengah-tengah senang minum susu.

8. Penghuni rumah berwarna kuning merokok Dunhill.

9. Orang Norwegia tinggal dirumah paling pertama.

10. Orang yang merokok Marlboro tinggal disebelah orang yang memelihara kucing.

11. Orang yang memelihara kuda tinggal disebelah orang yang merokok Dunhill.

12. Orang yang merokok Winfield senang minum bir.

13. Disebelah rumah berwarna biru tinggal orang Norwegia.

14. Orang Jerman merokok Rothmans.

15. Orang yang merokok Marlboro bertetangga dengan orang yang minum air.

Albert Einstein menyusun teka-teki ini pada abad lalu. Dia menyatakan, 98% penduduk dunia tidak mampu memecahkan teka-teki ini.

Sultan Agung Hanyokrokusumo




Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645.
Di bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan Nusantara pada saat itu. Atas jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia.

Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.
Ayahnya adalah raja kedua Mataram, sedangkan ibunya adalah putri Pangeran Benawa raja Pajang. Pada awal pemerintahannya, Mas Rangsang bergelar Panembahan Agung. Kemudian setelah menaklukkan Madura tahun 1624, dia mengganti gelarnya menjadi Susuhunan Agung atau disingkat Sunan Agung.
Pada 1641 Sunan Agung mendapatkan gelar bernuansa Arab. Gelar tersebut adalah Sultan Abdullah Muhammad Maulana Mataram, yang diperolehnya dari pemimpin Ka'bah di Makkah. Sultan Agung naik takhta pada tahun 1613 dalam usia 20 tahun.

Pada tahun 1614 VOC (yang saat itu masih bermarkas di Ambon) mengirim duta untuk mengajak Sultan Agung bekerja sama namun ditolak mentah-mentah.
Pada tahun 1618 Mataram dilanda gagal panen akibat perang yang berlarut-larut melawan Surabaya. Meskipun demikian, Sultan Agung tetap menolak bekerja sama dengan VOC.
Menyadari kekuatan bangsa Belanda tersebut, Sultan Agung mulai berpikir untuk memanfaatkan VOC dalam persaingan menghadapi Surabaya dan Banten. Maka pada tahun 1621 Mataram mulai menjalin hubungan dengan VOC.
Kedua pihak saling mengirim duta besar. Akan tetapi, VOC ternyata menolak membantu saat Mataram menyerang Surabaya. Sultan Agung pantang menyerah menghadapi penjajah yang sangat kuat.

Dia mencoba menjalin hubungan dengan Portugis untuk bersama-sama menghancurkan VOC-Belanda. Namun hubungan kemudian diputus tahun 1635 karena menyadari posisi Portugis saat itu sudah lemah.
Seluruh Pulau Jawa akhirnya berada dalam kekuasaan Kesultanan Mataram, kecuali Batavia yang masih diduduki militer VOC-Belanda. Sedangkan desa Banten telah berasimilasi melalui peleburan kebudayaan.
Wilayah luar Jawa yang berhasil ditundukkan adalah Palembang di Sumatra tahun 1636 dan Sukadana di Kalimantan tahun 1622. Sultan Agung juga menjalin hubungan diplomatik dengan Makassar, negeri terkuat di Sulawesi saat itu.

Sultan Agung berhasil menjadikan Mataram sebagai kerajaan besar tidak hanya dibangun di atas pertumpahan darah dan kekerasan, namun melalui kebudayaan rakyat yang adiluhung dan mengenalkan sistem-sistem pertanian.
Negeri-negeri pelabuhan dan perdagangan seperti Surabaya dan Tuban dimatikan, sehingga kehidupan rakyat hanya bergantung pada sektor pertanian. Sultan Agung juga menaruh perhatian pada kebudayaan.
Dia memadukan Kalender Hijriyah yang dipakai di pesisir utara dengan Kalender Saka yang masih dipakai di pedalaman. Hasilnya adalah terciptanya Kalender Jawa Islam sebagai upaya pemersatuan rakyat Mataram. Selain itu Sultan Agung juga dikenal sebagai penulis naskah berbau mistis, berjudul Sastra Gending.

Di lingkungan keraton Mataram, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan satu sama lain.
Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat.
Dia membangun Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.